DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ 3
KATA PENGANTAR............................................................................................ 3
DAFTAR
ISI.............................................................................................................
2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
4
A. Latar Belakang masalah........................................................................................ 4
B. Tujuan penulisan.................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN TEORI........................................................................... 5
A. Pengertian aqidah.................................................................................................. 5
B. Ruang lingkup pembahasan aqidah....................................................................... 5
C. Kemahaesaan allah................................................................................................ 6
D. Kiamat, hukum alam, dan akhirat......................................................................... 7
A. Latar Belakang masalah........................................................................................ 4
B. Tujuan penulisan.................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN TEORI........................................................................... 5
A. Pengertian aqidah.................................................................................................. 5
B. Ruang lingkup pembahasan aqidah....................................................................... 5
C. Kemahaesaan allah................................................................................................ 6
D. Kiamat, hukum alam, dan akhirat......................................................................... 7
E. Peranan malaikat, dan makhluk ghaib lainnya serta
pengaruhnya terhadap
manusia
F. Tugas dan peranan Nabi dan Rasul.......................................................................
G. Fungsi Kitab suci yang dibawa
Rasul...................................................................
H. Pengertian qadha dan
qadar..................................................................................
BAB III PENUTUP................................................................................................. 10
A. Kesimpulan........................................................................................................... 10
B. Saran...................................................................................................................... 10
BAB III PENUTUP................................................................................................. 10
A. Kesimpulan........................................................................................................... 10
B. Saran...................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
11
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “AQIDAH ISLAM”
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian AQIDAH ISLAM atau yang lebih khususnya membahas pengertian aqidah islam,ruang lingkup pembahasan aqidah ,kemahaesaan allah dan lain-lain. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang AQIDAH ISLAM
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Amin.
Makassar,
8 Nopember 2012
Penyusun
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Segala sesuatu yang Allah SWT
ciptakan bukan tanpa sebuah tujuan. Allah SWT menciptakan bumi beserta isinya, menciptakan
sebuah kehidupan di dalamnya, bukanlah tanpa tujuan yang jelas. Sama halnya
dengan Allah SWT menciptakan manusia. Manusia diciptakan oleh Allah SWT tidak
sia-sia, manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi untuk mengatur atau
mengelola apa yang ada di bumi beserta segala sumber daya yang ada.
Di samping kita sebagai manusia
harus pandai-pandai mengelola sumber daya yang ada, sebagai seorang manusia
juga tidak boleh lupa akan kodratnya yakni menyembah sang Pencipta, Allah SWT,
oleh karena itu manusia harus mempunyai aqidah yang lurus agar tidak menyimpang
dari apa yang diperintahkan Allah SWT.
Penyempurna aqidah yang lurus kepada
Alla SWT tidak luput dari aqidah yang benar kepada Malaiakat-Malaikat Allah,
Kitab- kitab yang diturunkan oleh Allah kepada para Rosul-rosul Allah untuk
disampaikan kepada kita, para umat manusia.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apakah aqidah itu?
2. Apakah sumber dari aqidah?
3. Bagaimana aqidah jika di tinjau dari ayat-ayat Al
Qur’an?
4. Apakah manfaat aqidah ?
1.3 Tujuan
Penulisan
Makalah ini ditulis dengan tujuan agar kita lebih memahami apa itu
aqidah secara etimologis dan terminologis, sumber-sumber aqidah,
pengertian aqidah yang ditinjau dari ayat-ayat Al Qur’an, ruang lingkup
pembahasan dan manfaat dari aqidah untuk seorang muslim
BAB II PEMBAHASAN
AQIDAH
ISLAM
Pengertian Aqidah Secara Bahasa (Etimologi) :
Kata "‘aqidah"
diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth (ikatan), al-Ibraam
(pengesahan), al-ihkam (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat),
asy-syaddu biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk (pengokohan) dan
al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin
(keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak
ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah
dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan.
Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari
aqidah adalah aqa-id.
Aqidah islam itu sendiri bersumber
dari Al-Qur’an dan As Sunah, bukan dari akal atau pikiran manusia. Akal pikiran
itu hanya digunakan untuk memahami apa yang terkandung pada kedua sumber aqidah
tersebut yang mana wajib untuk diyakini dan diamalkan.
Pengertian
Aqidah Secara Istilah (Terminologi)
Aqidah menurut istilah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Pengertian aqidah menurut hasan al-Banna
"Aqa'id bentuk jamak rai aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa yang tidak bercampur sedikit dengan keraguan-raguan".
Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy:
"Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini keshahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
Untuk lebih memahami definisi diatas kita perlu mengemukakan beberapa catatan tambahan sebagai berikut:
Aqidah menurut istilah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Pengertian aqidah menurut hasan al-Banna
"Aqa'id bentuk jamak rai aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa yang tidak bercampur sedikit dengan keraguan-raguan".
Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy:
"Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini keshahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
Untuk lebih memahami definisi diatas kita perlu mengemukakan beberapa catatan tambahan sebagai berikut:
1. Ilmu
terbagi dua:
Pertama ilmu dharuri yaitu Ilmu yang dihasilkan oleh indera, dan tidak memerlukan dalil. Misalnya apabila kita melihat tali di hadapan mata, kita tidak memerlukan lagi dalil atau bukti bahwa benda itu ada.
Kedua adalah ilmu nazhari yaitu. Ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian.
Misalnya ketiga sisi segitiga sama sisi mempunyai panjang yang sama, memerlukan dalil bagi orang-orang yang belum mengetahui teori itu. Di antara ilmu nazhari itu, ada hal-hal yang karena sudah sangat umum dan terkenal tidak memerlukan lagi dalil. Misalnya kalau sebuah roti dipotong sepertiganya maka yang du pertiganya tentu lebih banyak dari sepertiga, hal itu tentu sudah diketahui oleh umum bahkan anak kecil sekalipun. Hal seperti ini disebut badihiyah. Jadi badihiyah adalah segala sesuatu yang kebenarannya perlu dalil pemuktian, tetapi karena sudah sangat umum dan mendarah daging maka kebenaran itu tidak lagi perlu pembuktian.
2. Setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran (bertuhan), indera untuk mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk menjadi pedoman menentukan mana yang benar dan mana yang tidak. Tentang Tuhan, musalnya, setiap manusia memiliki fitrah bertuhan, dengan indera dan akal dia bisa membuktikan adanya Tuhan, tetapi hanya wahyulah yang menunjukkan kepadanya siapa Tuhan yang sebenarnya.
3. Keyakinan tidak boleh bercampur sedikitpun dengan keraguan. Sebelum seseorang sampai ke tingkat yakin dia akan mengalami beberapa tahap.
Pertama: Syak. Yaitu sama kuat antara membenarkan sesuatu atau menolaknya.
Kedua: Zhan. Salah satu lebih kuat sedikit dari yang lainnya karena ada dalil yang menguatkannya.
Ketiga: Ghalabatu al-Zhan: cenderung labih menguatkan salah satu karena sudah meyakini dalil kebenarannya. Keyakinan yang sudah sampai ke tingkat ilmu inilah yang disebut dengan aqidah.
4. Aqidah harus mendatangkan ketentraman jiwa. Artinya lahirnya seseorang bisa saja pura-pura meyakini sesuatu, akan tetapi hal itu tidak akan mendatangkan ketenangan jiwa, karena dia harus melaksanakan sesuatu yang berlawanan dengan keyakinannya.
5. Bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang bertentangan.
6. Tingkat keyakinan (aqidah) seseorang tergantung kepada tingkat pemahaman terhadap dalil. Misalnya:
- Seseorang akan meyakini adanya negara Sudan bila dia mendapat informasi tentang Negara tersebut dari seseorang yang dikenal tidak pernah bohong.
- Keyakinan itu akan bertambah apabila dia mendapatkan informasi yang sama dari beberapa orang lain, namun tidak tertutup kemungkinan dia akan meragukan kebenaran informasi itu apabila ada syubhat (dalil-dalil yang menolak informasi tersebut).
- Bila dia menyaksikan foto Sudan, bertambahlah keyakinannya, sehingga kemungkinan untuk ragu semakin kecil.
- Apabila dia pergi menyaksikan sendiri negeri tersebut keyakinanya semakin bertambah, dan segala keraguannya akan hilang, bahkan dia tidak mungkin ragu lagi, serta tidak akan mengubah pendiriannya sekalipun semua orang menolaknya.
- Apabila dia jalan-jalan di negeri Sudan tersebut dan memperhatikan situasi kondisinya bertambahlah pengalaman dan pengetahuanya tentang negeri yang diyakininya itu. [4]
Dalam pengertian lain aqidah berarti pemikiran menyeluruh tentang alam, manusia, dan kehidupan, dan tentang apa-apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia, serta hubungan kehidupan dengan apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia.
Pemikiran menyeluruh inilah yang dapat menguraikan ‘uqdah al-kubra’ (permasalahan besar) pada diri manusia, yang muncul dari pertanyaan-pertanyaan; siapa yang menciptakan alam semesta dari ketiadaannya? Untuk apa semua itu diciptakan? Dan ke mana semua itu akan kembali (berakhir)? [5]
B. Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
Menurut Hasan al-Banna sistematika ruang lingkup pembahasan aqidah adalah:
1. Ilahiyat
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilahi seperti wujud Allah dan sifat-sifat Allah, dan lain-lain
2. Nubuwat
Yaitu pembahasan tentang segala seuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk pembahasan tentang Kitab-Kitab Allah, mu'jizat, dan lain sebagainya.
3. Ruhaniyat
Yaitu pembahsasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti malaikat, Jin, Iblis, Syaitan, Roh dan lain sebagainya.
Pertama ilmu dharuri yaitu Ilmu yang dihasilkan oleh indera, dan tidak memerlukan dalil. Misalnya apabila kita melihat tali di hadapan mata, kita tidak memerlukan lagi dalil atau bukti bahwa benda itu ada.
Kedua adalah ilmu nazhari yaitu. Ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian.
Misalnya ketiga sisi segitiga sama sisi mempunyai panjang yang sama, memerlukan dalil bagi orang-orang yang belum mengetahui teori itu. Di antara ilmu nazhari itu, ada hal-hal yang karena sudah sangat umum dan terkenal tidak memerlukan lagi dalil. Misalnya kalau sebuah roti dipotong sepertiganya maka yang du pertiganya tentu lebih banyak dari sepertiga, hal itu tentu sudah diketahui oleh umum bahkan anak kecil sekalipun. Hal seperti ini disebut badihiyah. Jadi badihiyah adalah segala sesuatu yang kebenarannya perlu dalil pemuktian, tetapi karena sudah sangat umum dan mendarah daging maka kebenaran itu tidak lagi perlu pembuktian.
2. Setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran (bertuhan), indera untuk mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk menjadi pedoman menentukan mana yang benar dan mana yang tidak. Tentang Tuhan, musalnya, setiap manusia memiliki fitrah bertuhan, dengan indera dan akal dia bisa membuktikan adanya Tuhan, tetapi hanya wahyulah yang menunjukkan kepadanya siapa Tuhan yang sebenarnya.
3. Keyakinan tidak boleh bercampur sedikitpun dengan keraguan. Sebelum seseorang sampai ke tingkat yakin dia akan mengalami beberapa tahap.
Pertama: Syak. Yaitu sama kuat antara membenarkan sesuatu atau menolaknya.
Kedua: Zhan. Salah satu lebih kuat sedikit dari yang lainnya karena ada dalil yang menguatkannya.
Ketiga: Ghalabatu al-Zhan: cenderung labih menguatkan salah satu karena sudah meyakini dalil kebenarannya. Keyakinan yang sudah sampai ke tingkat ilmu inilah yang disebut dengan aqidah.
4. Aqidah harus mendatangkan ketentraman jiwa. Artinya lahirnya seseorang bisa saja pura-pura meyakini sesuatu, akan tetapi hal itu tidak akan mendatangkan ketenangan jiwa, karena dia harus melaksanakan sesuatu yang berlawanan dengan keyakinannya.
5. Bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang bertentangan.
6. Tingkat keyakinan (aqidah) seseorang tergantung kepada tingkat pemahaman terhadap dalil. Misalnya:
- Seseorang akan meyakini adanya negara Sudan bila dia mendapat informasi tentang Negara tersebut dari seseorang yang dikenal tidak pernah bohong.
- Keyakinan itu akan bertambah apabila dia mendapatkan informasi yang sama dari beberapa orang lain, namun tidak tertutup kemungkinan dia akan meragukan kebenaran informasi itu apabila ada syubhat (dalil-dalil yang menolak informasi tersebut).
- Bila dia menyaksikan foto Sudan, bertambahlah keyakinannya, sehingga kemungkinan untuk ragu semakin kecil.
- Apabila dia pergi menyaksikan sendiri negeri tersebut keyakinanya semakin bertambah, dan segala keraguannya akan hilang, bahkan dia tidak mungkin ragu lagi, serta tidak akan mengubah pendiriannya sekalipun semua orang menolaknya.
- Apabila dia jalan-jalan di negeri Sudan tersebut dan memperhatikan situasi kondisinya bertambahlah pengalaman dan pengetahuanya tentang negeri yang diyakininya itu. [4]
Dalam pengertian lain aqidah berarti pemikiran menyeluruh tentang alam, manusia, dan kehidupan, dan tentang apa-apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia, serta hubungan kehidupan dengan apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia.
Pemikiran menyeluruh inilah yang dapat menguraikan ‘uqdah al-kubra’ (permasalahan besar) pada diri manusia, yang muncul dari pertanyaan-pertanyaan; siapa yang menciptakan alam semesta dari ketiadaannya? Untuk apa semua itu diciptakan? Dan ke mana semua itu akan kembali (berakhir)? [5]
B. Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
Menurut Hasan al-Banna sistematika ruang lingkup pembahasan aqidah adalah:
1. Ilahiyat
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilahi seperti wujud Allah dan sifat-sifat Allah, dan lain-lain
2. Nubuwat
Yaitu pembahasan tentang segala seuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk pembahasan tentang Kitab-Kitab Allah, mu'jizat, dan lain sebagainya.
3. Ruhaniyat
Yaitu pembahsasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti malaikat, Jin, Iblis, Syaitan, Roh dan lain sebagainya.
4. Sam'iyyat
Yaitu pembahahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam'I (dalil naqli berupa Al-Quran dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan lainnya.
Yaitu pembahahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam'I (dalil naqli berupa Al-Quran dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan lainnya.
C.
Kemahaesaan Allah
Allah adalah esa; satu dalam dzat,
sifat dan karya-nya.Keesaan Allah merupakan gambaran kemahakuasaan-Nya yang
tidak tertandingi oleh apa dan siapapun, sebab selain Dia adalah ciptaan-Nya
belaka. Tauhid merupakan keyakinan akan keesaan Allah, yaitu keyakinan bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah.
Keyakinan akan keesaan Allah
merupakan ciri utama dari agama Islam yang berbeda dengan agama-agama lainnya
di dunia.
Keesaan Allah dalam ajaran Islam
berbeda dengan keyakinan monoteistik pada agama Yahudi dan Nasrani. Tauhid
merupakan keyakinan akan keesaan Allah yang meniadakan segala unsur yang lain.
Satu bukanlah terdiri dari unsur-unsur atau bagian dari bilangan, tetapi satu
yang utuh. Keesaan Allah dalam keyakinan muslim bukan hanya berupa pengetahuan
dan pengakuan tetapi mendorong dalam membentuk perilaku dan sikap tauhid yang
diawali dengan persaksian melalui syahadat. Syahadatain berbunyi:
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah Pengakuan dan
keyakinan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah “
mengandung arti bahwa tidak ada
bentuk apapun yang dipertuhankan selain Allah. Artinya hanya Allah-lah
satu-satunya Tuhan bagi seorang muslim. Tuhan diartikan sebagai segala sesuatu
yang mendominasi diri, atau yang membuat orang tergantung kepadanya.
Apabila ada seseorang memiliki
sesuatu baik orang maupun barang atau kedudukan, apabila dominan dan membuat
orang itu tergantung kepadanya, maka orang itu tidaklah bertauhid. Karena itu,
persaksian yang dinyatakan dalam syahadat itu tidak terbatas pada ucapan dua
kalimat syahadat (syahadatain), melainkan dibuktikan dalam berpikir, bertindak,
dan bersikap. Berpikir tauhid adalah berpikir utuh dan intgral, ia akan
memandang alam maupun manusia sebagai sesuatu sistem yang integral. Dengan
demikian ia akan mampu memberikan penilaian dan bertindak secara adil.
Sementara dalam hubungannya dengan sikap, maka tauhid memiliki implikasi dalam
bentuk sikap hidup yang tidak tergantung pada siapapun selain pada Allah,
karena itu ia akan hidup berani, merdeka dan mandiri.
D. Kiamat,
hukum alam, dan akhirat
Kiamat merupakan akhir perjalanan
kehidupan alam raya dan pintu masuk alam akhirat. Peristiwa kiamat adalah hari
kehancuran dunia yang di gambarkan Alquran Surat. Al Zalzalah (kegoncangan)
sebagai saat penghancuran total yang tidak ada satu makhluk pun yang
tertinggal, semua hancur, selain dalam surat Al Zalzalah, Allah juga memberikan
penjelasan tentang kiamat dalam surat Al Waqi’ah ayat 5-6, surat At Takwir ayat
1,2,3,6, dan 11.
Di
riwayatkan oleh Abu Hurairah, ia berkata:
Bahwa Rasulullah bersabda: Sesungguhnya akan datang seorang lelaki besar gemuk pada hari kiamat yang berat amalnya di sisi Allah tidak seberat sayap seekor nyamuk sekalipun. Bacalah oleh kalian: Maka Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi amalan mereka pada hari kiamat. (Shahih Muslim No.4991)
Bahwa Rasulullah bersabda: Sesungguhnya akan datang seorang lelaki besar gemuk pada hari kiamat yang berat amalnya di sisi Allah tidak seberat sayap seekor nyamuk sekalipun. Bacalah oleh kalian: Maka Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi amalan mereka pada hari kiamat. (Shahih Muslim No.4991)
Datangnya hari kiamat tidak
dijelaskan secara rinci baik dalam Alquran maupun hadis, tetapi ciri-ciri akan
datangnya kiamat diisyaratkan dalam berbagai hadits
Diriwayakan oleh Abu Hurairah, ia
berkata:
Rasulullah bersabda: Allah Taala menggenggam bumi pada hari kiamat dan melipat langit dengan tangan kanan-Nya, kemudian berfirman: Akulah raja! Manakah raja-raja bumi? (Shahih Muslim No.4994)
Rasulullah bersabda: Allah Taala menggenggam bumi pada hari kiamat dan melipat langit dengan tangan kanan-Nya, kemudian berfirman: Akulah raja! Manakah raja-raja bumi? (Shahih Muslim No.4994)
manakala manusia tidak lagi
berpegang kepada nilai-nilai ilahiyah yang menjaga kemanusiaannya, tetapi telah
menjadikan nafsu sebagai tuhannya. Apabila diperhatikan isyarat-isyarat tentang
datangnya kiamat, maka dapat dipastikan bahwa kiamat berhubungan dengan
keserakahan manusia dan ditinggalkannya nilai-nilai agama.
Karena itu, jika dikaitkan dengan
hukum alam (sunnatullah), maka kiamat pasti akan datang karena sebagai akibat
semakin jauhnya manusia dari nilai-nilai kebaikan yang menjadi tugas
hidupnya sebagai khalifatullah fil
ardhi dan meletakkan dirinya sebagai penguasa yang tanpa batas. Dalam Al Quran
hari kiamat memiliki tiga
puluh empat (34) sebutan, diantaranya
;
1. Yaumul Qiyamah (hari kiamat)
2. Yaumul Hasroh (hari penjelasan
sebab sudah tidak ada lagi kesempatan bagi umat manusia untuk beriman dan
beramal saleh guna menembus dosa-dosanya)
3. Yaumul Hisab (hari perhitungan
segala amal perbuatan baik dan buruk manusia)
4. Yaumul Zilzalah (hari kegemparan,
sebab bumi ketika itu mengalami kegoncangan yang
sangat dahsyat)
5. Yaumul Waqi’ah (hari kejatuhan
sebab segala makhluk Allah swt benar-benar terhenti)
6. Yaumul Roojifah (hari gempa
besar)
7. Yaumul Haaqqoh (hari kebenaran
sebab semua janji Allah dalam Al Quran tentang adanya kehidupan di alam akhirat
mulai terbukti)
8. Yaumul Thoommah (hari kesulitan
sebab setiap manusia tidak dapat menyelamatkan
diri mereka sendiri)
9. Yaumul Talaaq (hari pertemuan,
sebab orangorang yang beriman dan beramal saleh akan dipertemukan dengan
Tuhannya)
10. Yaumul Ghosyiyah (hari pingsan
karena kehidupan segala makhluk Allah swt benarbenar terhenti)
11. Dan sebagainya sampai 34 nama.
E. Peranan
malaikat, dan makhluk ghaib lainnya serta pengaruhnya terhadap manusia
Di samping manusia dan makhluk lainnya yang bersifat fisik,
Allah menciptakan makhluk yang bersifat ghaib, yaitu jin, malaikat, dan setan.
Jin adalah makhluk yang bersifat ghaib; tidak tampak secara kasat mata dan
menghuni dunianya sendiri yang bersifat ghaib pula. Jin memiliki tugas yang
sama dengan manusia, yaitu beribadah kepada Allah, karena itu kebaikan dan
keburukan pun terjadi di dunia jin. Jadi di dalam dunia jin terdapat jin yang
baik dan yang jahat. Di samping jin, terdapat pula setan yang lebih ditampilkan
dalam bentuk kekuatan halus yang membisikkan keburukan kepada manusia dan jin.
Sedangkan makhluk lainnya adalah malaikat yang lebih menggambarkan kekuatan
baik. Baik setan maupun jin tidak diperoleh
gambaran secara pasti di kalangan
para hali tafsir, jadi bisa dalam bentuk makhluk yang bersifat halus dan ghaib
atau mungkin saja berupa kekuatan yang membisikkan yang buruk
dan baik. Yang pasti bahwa kedua
makhluk tersebut berpengaruh kepada manusia dalam bentuk bisikan untuk berbuat
baik dan buruk ke dalam hati manusia yang dilakukan oleh jin dan manusia
sebagaimana dinyatakan. Alquran:
ö@è% èŒqããr& Éb>tΠĨ$¨Y9$# ÇÊÈ Å7Î=tB Ĩ$¨Y9$# ÇËÈ Ïm»s9Î) Ĩ$¨Y9$# ÇÌÈ `ÏB Ìhx© Ĩ#uqó™uqø9$# Ĩ$¨Ysƒø:$# ÇÍÈ “Ï%©!$# â¨Èqó™uqム†Îû Í‘r߉߹ ÄZ$¨Y9$# ÇÎÈ z`ÏB Ïp¨YÉfø9$# Ĩ$¨Y9$#ur ÇÏÈ
Artinya :
Katakanlah: “Aku berlidung kepada
Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. raja manusia.. sembahan manusia.
dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,. yang membisikkan
(kejahatan) ke dalam dada manusia dari (golongan) jin dan manusia”
(QS. Al.Nas, 114:1-6)
Dengan pernyataan ayat di atas dapat
dipahami bahwa ada suatu kekuatan ghaib yang membisikkan keburukan ke dalam
hati manusia yang dilakukan oleh setan dengan perantaraan jin dan manusia.
Dengan demikian setan bisa
membentuk makhluk tertentu, yaitu dalam bentuk jin atau manusia. Beriman kepada
yang ghaib diartikan sebagai keyakinan akan kemahakuasaan Allah yang
menciptakannya yang mendorong manusia untuk selalu menyadari akan adanya godaan
dan tipu daya agar manusia terjerat dalam dosa.
Kesadaran ini diharapkan akan
mendorong manusia untuk selalu meminta perlindungan Allah
dan waspada akan segala kemungkinan
bisikan buruk yang datang setiap saat. Ingat kepada Allah dan terus menerus
konsisten untuk beribadah, berdo’a dan bekerja sesuai dengan
perintah-Nya merupakan implikasi nyata
dari iman kepada yang ghaib.
F. Tugas
dan peranan Nabi dan Rasul
Nabi dan Rasul adalah
manusia-manusia pilihan yang bertugas memberi petunjuk kepada manusia tentang
keesaan Allah swt dan membina mereka agar melaksanakan ajaranNya. Ciri-ciri
mereka dikemukakan dalam Al Qur’an
šúïÏ%©!$# tbqäóÏk=t7ムÏM»n=»y™Í‘ «!$# ¼çmtRöqt±øƒs†ur Ÿwur tböqt±øƒs† #´‰tnr& žwÎ) ©!$# 3 4’s"x.ur «!$$Î $Y7ŠÅ¡ym ÇÌÒÈ
Artinya :
(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah
Allah[1222], mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada
seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pembuat
perhitungan.
[1222] Maksudnya: Para Rasul yang
menyampaikan syari'at-syari'at Allah kepada manusia.
(QS. A; Ahzab;39)
Tentang perbedaan para Nabi dan
Rasul dengan umat manusia biasa diterangkan dalam Al Qur’an “ Rasul-rasul
mereka berkata kepada mereka
ôMs9$s% öNßgs9 öNßgè=ߙ①bÎ) ß`øtªU žwÎ) Öt±o öNà6è=÷VÏiB £`Å3»s9ur ©!$# `ßJtƒ 4’n?tã `tB âä!$t±o„ ô`ÏB ¾ÍnÏŠ$t6Ïã ( $tBur šc%x. !$uZs9 br& Nä3uŠÏ?ù'¯R ?`»sÜù=Ý¡Î žwÎ) ÈbøŒÎ*Î «!$# 4 ’n?tãur «!$# È@ž2uqtGuŠù=sù šcqãYÏB÷sßJø9$# ÇÊÊÈ
Artinya :
Rasul-rasul mereka berkata kepada
mereka: "Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah
memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. dan
tidak patut bagi Kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan
izin Allah. dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.
(QS. Ibrahim;11)
Manusia dengan segala keterbatasan
yang dimilikinya tidak mungkin mengetahui segala informasi tentang Tuhan,
kecuali diberitahu oleh Tuhan sendiri. Pencarian Tuhan oleh manusia menyebabkan
kesalahan yang sangat fatal, karena manusia menjadi penentu Tuhannya. Dalam
logika yang sehat, Tuhan sebagai pencipta haruslah Maha Kuasa dari segala
sesuatu yang diciptakannya. Oleh karena itu, manusia memerlukan informasi
tentang Tuhan dari Tuhan sendiri agar informasi yang diterimanya benar menurut
Tuhan sendiri; bukan benar menurut manusia.
Untuk berhubungan langsung dengan
Tuhan, manusia tidak memiliki kemampuan sehingga mustahil dapat bertanya
langsung kepada Tuhan. Karena itu manusia memerlukan penjelasan tentang Tuhan
melalui orang yang dipercaya oleh Tuhan untuk menjelaskan segala sesuatu
tentang Tuhan. Di sinilah peranan dan fungsi Rasul sebagai orang yang dipercaya
dan dipilih Tuhan untuk menerangkan segala sesuatu tentang Tuhan.
Karena itu beriman kepada Tuhan
mengharuskan orang untuk beriman kepada Rasul, karena dengan perantaraan
Rasullah orang dapat mengetahui segala sesuatu tentang Tuhan. Nabi dan Rasul
adalah pembawa berita dari Tuhan, mereka tidak berbicara atas dasar pikirannya,
melainkan atas dasar wahyu.
Mengenai penunjukkan seseorang
sebagai Nabi dan Rasul bukanlah ditunjuk oleh manusia tetapi oleh Tuhan
sendiri, sebagaimana Allah menunjuk Muhammad sebagai Rasulullah dengan firman-
Nya:
ö@è% !$yJ¯RÎ) O$tRr& ׎|³o öä3è=÷WÏiB #Óyrqム¥’n<Î) !$yJ¯Rr& öä3ßg»s9Î) ×m»s9Î) Ó‰Ïnºur (#þqßJ‹É)tGó™$$sù Ïmø‹s9Î) çnrãÏÿøótGó™$#ur 3 ×@÷ƒurur tûüÏ.ÎŽô³ßJù=Ïj9 ÇÏÈ
Artinya :
Katakanlah: "Bahwasanya aku
hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan
kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, Maka tetaplah pada jalan yang Lurus menuju
kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. dan kecelakaan besarlah bagi
orang-orang yang mempersekutukan-Nya,
(QS.Fussilat, 41:6)
Sebagai pembawa berita, Rasul hanya
menyampaikan pesan Allah, bukan hasil
pemikirannya sendiri sebagai
manusia, sebagaimana firman-Nya:
$tB ¨@|Ê öä3ç7Ïm$|¹ $tBur 3“uqxî ÇËÈ $tBur ß,ÏÜZtƒ Ç`tã #“uqolù;$# ÇÌÈ ÷bÎ) uqèd žwÎ) ÖÓórur 4ÓyrqムÇÍÈ
Artinya :
kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan
tidak pula keliru. dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut
kemauan hawa nafsunya. ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya). QS.Al-Najm,53:2-4)
Dengan demikian, Nabi dan Rasul
memiliki peranan untuk memberitahukan kepada manusia siapa Tuhan itu dan
bagaimana rencana Tuhan, termasuk keinginan-keinginan Tuhan atas manusia yang
semua datang dari Tuhan sendiri.
Para Nabi dan Rasul memiliki 4
(empat) sifat wajib dan empat sifat mustahil serta satu sifat jaiz, sebagai
berikut ;
1. Shiddiq (benar), mustahil ia
kizib (dusta).Artinya Nabi dan Rasul bersifat benar baik dalam tutur kata
maupun perbuatannya, yaitu sesuai dengan ajaran Allah swt. Ditegaskan oleh
Allah swt dalam firmannya
$oYö7ydurur Mçlm; `ÏiB $uZÏFuH÷q§‘ $uZù=yèy_ur öNçlm; tb$|¡Ï9 A-ô‰Ï¹ $wŠÎ=tã ÇÎÉÈ
Artinya :
dan Kami anugerahkan kepada mereka
sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi
tinggi. (QS. Maryam ; 50)
2. Amanah (dapat dipercaya),
mustahil khianat (curang). Artinya para Nabi dan Rasul itu bersifat jujur dalam
menerima ajaran Allah swt, serta memelihara keutuhannya dan menyampaikanya
kepada umat manusia sesuai dengan kehendakNya. Mustahilmereka menyelewengkan
atau berbuat curang atas ajaran Allah swt.
3. Tabligh (menyampaikan wahyu
kepada manusia), mustahil kitman (menyembunyikan wahyu). Artinya para Nabi atau
Rasul itu pasti menyampaikan seluruh ajaran Allah swt sekalipun mengakibatkan
jiwanya terancam.
4. Fathonah (pandai/cerdas),
mustahil jahlun (bodoh), Artinya, para Nabi atau Rasul itu bijaksana dalam
semua sikap, perkataan dan perbuatannya atas dasar kecerdasanya.Dengan demikian
mustahil mereka dapat dipengaruhi oleh orang lain.
G. Fungsi
Kitab suci yang dibawa Rasul
bagi
umatnya Allah menurunkan petunjuk kepada
manusia melalui wahyu yang dibawa oleh para Rasul-Nya. Alquran mencatat empat
kitab suci yang dibawa rasul-rasul Allah untuk manusia, yaitu Zabur, Taurat,
Inzil dan Alquran yang masing-masing dibawa oleh Nabi Daud, Musa, Isa dan
muhammad SAW. Kitab suci yang dibawa oleh para nabi tersebut merupakan
informasi dari Allah Swt untuk disampaikan kepada manusia. Keempat kitab suci
tersebut bersumber dari Allah Swt, karena itu dari segi keyakinan (aqidah)
ketuhanannya sama, yaitu tauhid atau mengesakan Tuhan. Sedangkan hukum-hukum
(syariat) yang dibawanya memiliki perbedaan, karena hukum-hukum itu terkait
dengan kondisi dan situasi masyarakatnya, terlebih lagi nabi-nabi sebelum Nabi
Muhammad diutus untuk suatu bangsa atau suku bangsa tertentu, karena itu
syariat masing-masing Nabi berbeda.
Kitab-kitab suci yang dibawa para
nabi berfungsi memberikan penjelasan tentang kebenaran Allah Yang Maha Esa
sebagai Tuhan Semesta Alam serta memberikan petunjuk jalan yang benar kepada
umatnya. Dengan berpegang kepada kitab suci, maka umat para Nabi memperoleh
jalan yang terang dalam menempuh hidupnya dan sebaliknya umat yang tidak patuh
kepada petunjuk kitab suci memperoleh siksaan.
Hal ini tampak dalam sejarah para
Nabi terdahulu yang menjadi cermin bagi umatnya yang ada sekarang ini. Percaya
kepada kitab-kitab Allah yang pernah diturunkan ke dunia merupakan bagian dari
keimanan yang harus dimiliki setiap muslim. Kepercayaan ini sebagai bukti
kepatuhan kepada Allah yang mengharuskan setiap muslim untuk beriman kepada
kitab-kitab Allah.
Keimanan terhadap kebenaran
kitab-kitab itu terbatas kepada kitab-kitab atau wahyu yang turun kepada
Nabinya ketika mereka masih ada, yaitu kitab yang asli yang sekarang sudah
tidak ditemukan lagi. Sedangkan kitab-kitab lama yang sekarang masih ada telah
mengalami perubahan sebagaimana disebut dalam Alquran maupun hadis. Terhadap
ktab-kitab ini tidak ada perintah agama untuk mengimaninya, tetapi perlakuan
terhadap mereka harus dijaga dengan baik, tanpa membenarkan isi kitab mereka.
H.
Pengertian qadha dan qadar
Allah sebagai Maha Pencipta telah
meletakkan ukuran yang pasti kepada seluruh ciptaan Nya dimana ukuran-ukuran
tersebut menjadi hukum tersendiri bagi alam. Aturan yang ditetapkan Allah atas
alam tersebut seringkali disebut sunnatullah dan dalam ilmu pengetahuan disebut
hukum alam. Sunnatullah yang telah diatur sehingga alam menjadi harmonis dan
seimbang itu bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan, tetapi direncanakan
secara sengaja oleh Allah Swt.
Rencana Allah atas alam dan semua
makhluknya disebut qadha Sedangkan realisasi segala perencanaan itu disebut
qadar. Perencanaan yang telah ditetapkan Allah atas segala sesuatu merupakan
hak Allah dan manusia tidak bisa mengintervensinya. Disebutkan dalam hadits
riwayat anas bin malik ra.
Sesungguhnya Allah Taala mengutus
seorang malaikat di dalam rahim. Malaikat itu berkata: Ya Tuhan! Masih berupa
air mani. Ya Tuhan! Sudah menjadi segumpal darah. Ya Tuhan! Sudah menjadi
segumpal daging. Manakala Allah sudah memutuskan untuk menciptakannya menjadi
manusia, maka malaikat akan berkata: Ya Tuhan! Diciptakan sebagai lelaki
ataukah perempuan? Sengsara ataukah bahagia? Bagaimanakah rezekinya? Dan
bagaimanakah ajalnya? Semua itu sudah ditentukan dalam perut ibunya. (Shahih
Muslim No.4785)
Demikain pula Allah berhak untuk
menentukan dan melaksanakan apa yang direncanakannya untuk dilaksanakan atau
tidak dilaksanakan-Nya. Allah menetapkan qadha dan qadar dan siapapun tidak
akan bisa merubahnya kecuali Allah sendiri.
Allah yang berhak merobah
ketentuannya karena Dia Maha Kuasa atas segalanya, misalnya: api adalah zat
yang telah ditentukan Allah untuk memiliki sifat panas dan dapat membakar
sesuatu. Tetapi suatu saat api yang panas itu dirobah-Nya untuk dingin sehingga
Nabi Ibrahim selamat dari pembakaran yang dilakukan musuhnya. Demikian pula
hukum-hukum yang lain, misalnya apabila benda dilepaskan dari suatu ketinggian,
maka benda itu akan jatuh ke bumi.
Jatuh ke bumi adalah takdir Allah
yang disebut oleh ilmu pengetahuan dengan istilah gravitasi. Kemudian manusia
memikirkan dan mengusahakan dengan kemampuannya untuk
menghindarkan gravitas bumi dengan
membuat peralatan tertentu seperti pesawat udara, maka
gravitasi itu pun dapat dihindari
dan manusia dapat melayang di udara. Kemampuan manusia untuk melayang di udara
dengan pesawat terbang itu juga adalah takdir Allah. Dari kedua contoh di atas
tampak bahwa Allah menetapkan dan merubah takdir segala sesuatu. Perubahan itu
merupakan kekuasaan Allah dan sebagian dapat dirubah oleh manusia
melalui usaha-usahanya. Takdir yang
berupa ketetapan atau hukum Allah atas segala sesuatu tidak terlepas dari sifat
Allah Yang Maha Adil,
karena itu segala usaha manusia akan
diperhitungkan Allah sebagai gambaran keadilan- Nya itu. Demikian pula dengan
nasib seseorang, Allah telah menetapkan qadha dan qadarnya yang tiada seorang
pun mengetahuinya. Selanjutnya manusia didorong untuk berusaha
sekuat tenaga untuk mendapatkan
takdir yang terbaik untuknya. Allah Maha Adil untuk memberikan perhargaan pada
usaha yang dilakukan manusia, karena itu bisa jadi takdirnya
menjadi baik pula baginya. Dengan
demikian qadar dan ikhtiar merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, tetapi
takdir Allah yang terjadi pada seseorang setelah berikhtiar merupakan keputusan
Allah yang terbaik bagi orang itu. Karena Allah hanya memberikan yang terbaik
sesuai dengan sifatnya Yang Maha
pengasih dan Penyayang. Walaupun yang terbaik menurut Allah tidak selalu sama
dengan keinginan dan harapan manusia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Aqidah adalah ketetapan yang tidak
ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan, atau sebuah keyakinan.
Keyakinan yang kokoh kepada Allah SWT dimana tidak ada keraguan di dalam dirinya.
Yakin bahwa Allah itu Esa/ satu, dan tidak berbuat kafir atau menyekutukan
Allah.
Aqidah islam itu sendiri bersumber
dari Al-Qur’an dan As Sunah, bukan dari akal atau pikiran manusia. Akal pikiran
itu hanya digunakan untuk memahami apa yang terkandung pada kedua sumber aqidah
tersebut yang mana wajib untuk diyakini dan diamalkan.
Atas dasar ini, akidah merzcerminkan
sebuah unsur kekuatan yang mampu menciptakan mu'jizat dan merealisasikan
kemenangan-kemenangan besar di zaman permulaan Islam.
Keyakinan harus di dasari dengan
mengesakan Allah, karena barang siapa yang menyakin adanya Tuhan maka hendaknya
harus yakin bahwa Allah itu esa/satu. Seperti di tuangkan pada surat Al Ikhlas
bermakna memurnikan ke esaan Allah SWT, diterangkan bahwa kandungan Al-Qur’an
ada tiga macam: Tauhid, kisah-kisah dan hukum-hukum. Dan dalam surat ini
terkandung sifat-sifat Allah yang merupakan tauhid. Dinamakan surat Al-Ikhlash
karena didalamnya terkandung keikhlasan (tauhid) kepada Allah dan dikarenakan
membebaskan pembacanya dari syirik (menyekutukan Allah )
DAFTAR PUSTAKA
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah
Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdu! Qadir Jawas, Penerbit Pustaka
At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425HIAgustus
2004M]
[1]. Lisaanul `Arab (IX/31 1:tj-~)
karya tbnu Nlanzhur (wafat th. 711 H) t dan Mu'jamu! Wasiith (tl/614:tL.3-~).
[2]. Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah,
dan Asma' wa Shifat Allah.
[3]. Lihat Buhuuts fii `Aqiidah
Ahtis Sunnah wat Jamaa'ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin `Abdul Karim at
`Aql, cet. !II Daarul `Ashimah/ th. 1419 H, `Aqiidah Ahiis Sunnah wal Jamaa'ah
(hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim alHamd dan Mujmal Ushuul Ahlis
Sunnah wal Jamaa'ah fil `Aqiidah oleh Dr. Nashir bin `Abdul Karim al-`Aql.
[Disalin dari kitab AI-Qadha wal
Qadar, edisi Indonesia Qadha & Qadhar, Penyusun Syaikh Muhammad Shalih
AI-Utsaimin, Penerjemah A.Masykur Mz, Penerbit Daru( Haq, Cetakan Rabi'ul Awwa(
1420HIJuni 1999M]
0 Jangan Lupa komentar anda:
Posting Komentar